Medan - Calon Presiden nomor urut 3, Ganjar Pranowo mengomentari pernyataan Presiden RI Jokowi yang menyebut presiden memiliki hak dan diperbolehkan untuk berpihak serta berkampanye untuk salah satu pasangan Pilpres.
Ganjar mengkhawatirkan pernyataan Presiden Jokowi tersebut. Sebab akan memicu ketidaknetralan aparat negara dan menurunkan kualitas demokrasi.
"Kalau mulai dengan statement baru ikut kampanye, maka saat ini agak mengkhawatirkan. Karena proses tidak netral pasti berjalan. Dan itu akan menurunkan kualitas demokrasi," kata Ganjar usai berkampanye di Kampung Nelayan Kurnia, Kelurahan Belawan Bahari, Kecamatan Medan Belawan, Kota Medan, Sumatera Utara, Minggu (28/1/2024).
Ganjar mengakui ketentuan yang mengatur presiden boleh berkampanye memang ada. Akan tetapi ketentuan itu hanya bagi presiden yang akan kembali maju menjadi calon presiden untuk periode kedua.
"Aturannya boleh dan harus cuti. Tapi sebenarnya ketentuan itu untuk presiden yang mau maju lagi, yang incumbent. Kalau tidak, lebih baik netral semuanya. Seperti perintah presiden waktu itu, kepada kepala daerah, TNI/polri dan ASN seluruhnya harus netral," ungkapnya.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut seorang presiden tidak dilarang untuk memihak dan berkampanye selama masa pemilihan presiden (pilpres). Namun demikian, seorang presiden harus tetap berpedoman pada aturan kampanye, serta tidak menggunakan fasilitas negara.
Belakangan Presiden Jokowi menegaskan bahwa pernyataannya soal presiden boleh berkampanye sebatas menjelaskan aturan yang tertuang dalam UU Nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Jokowi mengatakan presiden tak hanya berstatus sebagai pejabat publik, namun juga berstatus pejabat politik.
Pernyataan Jokowi itu pun menuai sejumlah kritik, baik dari parpol maupun masyarakat sipil. Banyak yang berharap Presiden Jokowi tetap netral dan tak berpihak. (*)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.