disrupsi.id - Medan | Angka kekerasan terhadap jurnalis di Indonesia masih cukup tinggi. Dalam laporan kebebasan pers tahun 2023 yang dirilis AJI (Aliansi Jurnalis Independen) pada 31 Januari 2024, terdapat 89 kasus kekerasan terhadap jurnalis dan media yang terjadi sejak 1 Januari hingga 30 Desember 2023.
Dari jumlah itu, sebagian besar kasusnya berupa kekerasan fisik (19 kasus), kemudian serangan digital (14 kasus), teror dan intimidasi (14 kasus), ancaman (12 kasus). Pelarangan liputan (9 kasus), penghapusan hasil liputan (6 kasus), kekerasan seksual/berbasis gender (5 kasus), perusakan atau perampasan alat (5 kasus), pelecehan (1 kasus) dan penuntutan hukum (1 kasus) serta sensor (1 kasus)
Tingginya kasus kekerasan terhadap jurnalis di Sumatera Utara telah mendorong Civil Society Organization (CSO) dan para jurnalis untuk menggelar focus group discussion (FGD).
Adapun peserta dalam FGD ini diantaranya AJI Medan, Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sumut, Pewarta Foto Indonesia (PFI) Medan, Forum Jurnalis Perempuan Indonesia (FJPI) Sumatera Utara. Kemudian Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Medan, Perhimpunan Bantuan Hukum Hukum dan Advokasi Rakyat Sumatera Utara (BAKUMSU), Komisi Untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS).
Sebagai respons dari FGD tersebut, maka Komite Keselamatan Jurnalis (KKJ) Sumatera Utara pun dibentuk dengan tujuan menjaga kebebasan pers di wilayah tersebut.
"Medan menjadi kota ketiga dengan angka kekerasan terhadap jurnalis paling tinggi setelah DKI Jakarta dan Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur," kata Ketua Divisi Advokasi AJI Indonesia, Erick Tanjung di Medan pada Sabtu (26/2/2024).
Menurut Erick, KKJ Sumut merupakan wadah penting dalam mendampingi jurnalis dan media di Sumatera Utara, dengan harapan penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis dapat menjadi lebih efektif di masa mendatang.
"Serangan terhadap jurnalis saat melakukan tugas profesi misalnya, serangan digital, doxing, fisik, teror dan intimidasi bahkan sampai pelarangan liputan serta penghapusan hasil liputan sangat massif. Dengan adanya wadah ini semoga penanganan kasus kekerasan terhadap jurnalis di wilayah ini lebih efektif," ungkapnya.
Dalam kesempatan itu, Direktur Lembaga Bantuan (LBH) Medan, Irvan Saputra, mengatakan KKJ Sumut ini diharapkan menjadi wadah untuk memperjuangkan jurnalis, yang betul-betul menjalankan kerja jurnalistik.
"Harapannya KKJ Sumut dapat memperjuangkan jurnalis yang menjalankan tugas dengan integritas. Dengan terbentuknya KKJ Sumut, kita LBH Medan sangat mengapresiasi, mendukung dan berharap berjalan konsisten,” ungkap Irvan.
Menurutnya KKJ Sumut dapat bekerja, bergerak atas nama integritas dan memperjuangkan hak asasi jurnalis yang terzalimi dan juga khususnya untuk kebebasan pers di Sumatera Utara. Sebab daerah ini termasuk yang tertinggi di Indonesia dalam hal kekerasan terhadap jurnalis.
“Saya pikir KKJ ini nantinya bisa menyuarakan kebebasan berpendapat, berekspresi untuk jurnalis dalam menjalankan tugas-tugasnya, apalagi sebagai pilar demokrasi,” tambah Irvan.
Koordinator KKJ Sumatera Utara, Array A Argus, menyampaikan selama ini banyak kasus-kasus intimidasi atau kekerasan terhadap jurnalis yang tidak tertangani. Sejumlah awak media yang menjadi korban bingung hendak mengadu ke mana. Karena itu terbentuknya KKJ Sumut ini bisa menjadi wadah untuk mendampingi dan melindungi jurnalis yang menjadi korban intimidasi atau tindak kekerasan.
“Dengan adanya KKJ, teman-teman yang menjadi korban bisa didampingi melalui wadah ini. Sebab, beberapa lembaga CSO seperti LBH Medan, KontraS dan Bakumsu sependapat untuk memberikan bantuan hukum ketika ada jurnalis yang menjadi korban intimidasi atau tindak kekerasan,” paparnya. (*)
Baca Juga
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.
Tags
Sumut