Etalase Barang Impor Luxury

Mengenal Amicus Curiae yang Diajukan Megawati Soekarnoputri di Sengketa Pilpres 2024


disrupsi.id - Medan | Ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri mengajukan diri sebagai amicus curiae atau sahabat pengadilan ke Mahkamah Konstitusi (MK) untuk sidang permohonan perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) presiden dan wakil presiden 2024.

Dokumen amicus curiae dari Megawati diserahkan oleh Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto dan Ketua DPP PDIP Djarot Saiful Hidayat ke MK pada Selasa (16/4/2024).

Hasto membacakan pendapat hukum yang tertuang dalam amicus curiae tersebut antara lain:

"Rakyat Indonesia yang tercinta, marilah kita berdoa semoga ketuk palu Mahkamah konstitusi bukan merupakan palu godam melainkan palu emas. Seperti kata ibu Kartini pada tahun 1911: 'habis gelap terbitlah terang' sehingga fajar demokrasi yang telah kita perjuangkan dari dulu timbul kembali dan akan diingat terus menerus oleh generasi bangsa Indonesia."

Sebagai informasi, MK sedang memeriksa dua perkara terkait PHPU Presiden 2024. Kedua perkara itu diajukan Paslon Nomor Urut 01 Anies Rasyid Baswedan-Muhaimin Iskandar dengan Perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024 serta Paslon Nomor Urut 03 Ganjar Pranowo-Mahfud MD dengan Perkara Nomor 1/PHPU.PRES-XXII/2024. MK menjadwalkan kedua perkara itu akan diputus pada 22 April 2024.

Apa itu Amicus Curiae?

Amicus curiae adalah istilah Latin yang berarti friend of the court' atau 'sahabat pengadilan. Dikutip dari situs resmi Mahkamah Konstitusi Republik Indonesia (MKRI), amicus curiae merupakan konsep hukum yang memungkinkan pihak ketiga yaitu mereka yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara, memberikan pendapat hukumnya kepada pengadilan.

Amicus curiae biasanya diajukan untuk kasus-kasus yang dalam proses banding dan isu-isu kepentingan umum seperti masalah sosial atau kebebasan sipil yang sedang diperdebatkan, yang putusan hakim akan memiliki dampak luas terhadap hak-hak masyarakat. Dalam amicus curiae, pihak yang merasa berkepentingan terhadap suatu perkara memberikan pendapatnya kepada pengadilan.

Asal-usul Amicus Curiae

Asal-usul konsep Amicus Curiae berasal dari sistem hukum Romawi kuno. Dalam sistem hukum Romawi, terdapat praktik di mana individu atau pihak ketiga yang tidak terlibat langsung dalam kasus hukum dapat memberikan saran atau pendapat kepada hakim yang mendengarkan kasus tersebut.

Konsep ini kemudian berkembang menjadi apa yang sekarang kita kenal sebagai Amicus Curiae dalam sistem hukum modern. Pada awalnya, amicus curiae digunakan sebagai sarana bagi pihak-pihak yang memiliki kepentingan atau pengetahuan khusus tentang suatu masalah hukum untuk memberikan pandangan tambahan kepada pengadilan.

Tujuan utamanya adalah untuk membantu pengadilan dalam pengambilan keputusan yang tepat dan adil. Dalam beberapa kasus, amicus curiae juga digunakan untuk mewakili kepentingan publik yang mungkin tidak diwakili secara langsung oleh pihak yang terlibat dalam perselisihan hukum. 

Seiring dengan perkembangan sistem hukum modern, peran amicus curiae semakin penting dan telah menjadi bagian integral dari proses hukum di banyak yurisdiksi di seluruh dunia. Mereka memberikan wawasan tambahan, informasi hukum, atau pandangan yang berbeda kepada pengadilan, yang dapat mempengaruhi hasil kasus secara signifikan.

Sebagai akibatnya, kontribusi amicus curiae sering kali dianggap berharga dalam menjaga keadilan dan memastikan bahwa semua sudut pandang dipertimbangkan dengan cermat oleh pengadilan.

Beberapa gambaran terkait amicus curiae yaitu antara lain, bahwa:

1. Fungsi utama amicus curiae adalah untuk mengklarifikasi isu-isu faktual, menjelaskan isu-isu hukum dan mewakili kelompok-kelompok tertentu.

2. Amicus curiae berkaitan dengan fakta-fakta dan isu-isu hukum, tidak harus dibuat oleh seorang pengacara (lawyer).

3. Amicus curiae tidak berhubungan penggugat atau tergugat, namun memiliki kepentingan dalam suatu kasus.

4. Izin untuk berpartisipasi sebagai amicus curiae.

Amicus Curiae di Indonesia

Meski praktik amicus curiae lazim digunakan di negara dengan sistem common law, bukan berarti praktek ini amicus curiae tidak ada atau tidak diterapkan di Indonesia, yang menganut sistem civil law.

Partisipasi amicus curiae di Indonesia dapat berasal dari berbagai pihak, termasuk organisasi masyarakat sipil, lembaga swadaya masyarakat, akademisi, atau individu yang memiliki kepentingan atau pengetahuan khusus tentang isu yang dipertimbangkan dalam perselisihan hukum.

Mereka dapat mengajukan permohonan kepada pengadilan untuk diperbolehkan memberikan pandangan atau informasi tambahan yang relevan dengan kasus yang sedang dipertimbangkan.

Kewajiban hakim untuk "menggali, mengikuti, dan memahami nilai-nilai hukum dan rasa keadilan yang hidup dalam masyarakat", telah ditetapkan melalui Pasal 5 Ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 4 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Hal ini berlaku untuk seluruh hakim di seluruh lingkup peradilan maupun tingkat pengadilan di Indonesia.

Praktik amicus curiae di Indonesia juga telah digunakan termasuk dalam banyak kasus. Peluang praktik amicus curiae dalam sistem peradilan pidana di Indonesia juga dapat merujuk pada Pasal 180 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).

"Dalam hal diperlukan untuk menjernihkan duduknya persoalan yang timbul di sidang pengadilan, hakim ketua sidang dapat minta keterangan ahli dan dapat pula minta agar diajukan bahan baru oleh yang berkepentingan."

Maka perlu dipahami bahwa kedudukan amicus curiae adalah sebagai pihak yang memiliki kepentingan sebatas untuk memberikan opini atau pendapat hukum. Dalam hal ini amicus curiae tidak dapat dikategorikan sebagai alat bukti, atau juga bukan dikatakan sebagai saksi atau saksi ahli.

Meski demikian, pendapat dari amicus curiae ini dapat menjadi pertimbangan hakim dalam proses peradilan. Hal ini dilakukan untuk membantu hakim agar dapat adil dan bijaksana dalam memutus sebuah perkara. (*) 

Baca Juga

Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال