Etalase Barang Impor Luxury

Ketum Serikat Pekerja PT PLN: Skema Power Wheeling Berpotensi Menambah Beban APBN


disrupsi.id - Medan | Ketua Umum (Ketum) Serikat Pekerja PT PLN (Persero) Abrar Ali menyatakan, keinginan pemerintah untuk memasukkan power wheeling dalam RUU EBET, hendaknya jangan dipaksakan hanya sekadar memenuhi “syahwat politik” rezim yang akan berakhir pada Oktober mendatang. 

Penolakan terhadap RUU tersebut juga hingga kini masih saja bergulir dari para stakeholder. Ini membuktikan RUU tersebut masih menyimpan sejumlah potensi masalah yang dapat dipastikan akan merugikan masyarakat dan negara nantinya. 

"Baiknya, pembahasan soal RUU khususnya soal skema power wheeling, dilanjutkan pada periode rezim berikutnya," kata Abrar Ali, Kamis (11/7). 

Menurut Abrar, kekhawatiran Menteri ESDM Arifin Tasrif terhadap kemungkinan ketidakmampuan PLN menyediakan energi listrik apabila terjadi demand yang tinggi, terkesan sangat didramatisasi. 

“Terlalu didramatisasi soal lonjakan demand tersebut. Buktinya, hingga saat ini kita masih eksis melayani kebutuhan listrik masyarakat dan dunia industri. Soal nanti ada lonjakan demand, PLN akan mengantisipasinya dengan pertumbuhan jumlah pembangkit baru. Jadi jangan terlalu didramatisasilah, kasihan rakyat. Rakyat kini sudah lelah menghadapi ekonomi yang sedang morat-marit ini,” kata Abrar.

Abrar mengatakan, terkait soal power wheeling masih harus membutuhkan kajian yang lebih lanjut. Oleh karena itulah pembahasan RUU EBET hendaknya dilanjutkan pada masa presiden periode 2024-2029 mendatang. 

"Kan masih ada penolakan, Buktinya, saat rapat tersebut, Wakil Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) Mulyanto menyatakan menolak skema power wheeling dimasukan dalam RUU EBET, karena tidak sekadar mengatur soal sewa jaringan transmisi PLN oleh swasta. Ada implikasi yang krusial, PLN menjadi tidak lagi menjadi satu-satunya lembaga dalam sistem single buyer and single seller (SBSS), tapi membentuk multi buyer and multi seller system (MBMS)“ ungkap Abrar. 

Skema power wheeling berpotensi menambah beban APBN dan merugikan negara. Alasannya, power wheeling akan menggerus permintaan pelanggan organik PLN hingga 30 persen dan pelanggan nonorganik hingga 50 persen. 

"Penurunan ini tidak hanya memperbesar kelebihan pasokan PLN, tapi juga menaikkan harga pokok penyediaan (HPP) listrik, " terangnya.

Dampaknya dapat membengkakkan APBN untuk membayar kompensasi kepada PLN, sebagai akibat tarif listrik PLN di bawah HPP dan harga keekonomian. Terhadap rakyat, penetapan tarif listrik yang diserahkan kepada mekanisme pasar akan membuat tarif listrik bergantung demand and suplly.

"Jadi kita masih ada waktu untuk melakukan pembahasannya, sehingga tidak ada yang dirugikan. Jangan hanya ingin memaksakan “syahwat politik” dipaksakan harus selesai sebelum periode presiden sekarang yang akan berakhir pada Oktober mendatang. Kasihan rakyat dan akan menjadi beban negara nantinya,” ungkap Abrar. (*) 
Baca Juga

Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال