disrupsi.id - Medan | Permohonan perlindungan yang diajukan masyarakat Sumatera Utara ke LPSK (Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban) pada Tahun 2023 secara keseluruhan sebanyak 327 permohonan. Kota Medan menjadi wilayah dengan permohonan tertinggi sebanyak 119 permohonan.
"Bahkan hingga Juni 2024 permohonan dari Kota Medan sudah mencapai 29 permohonan," kata Tenaga Ahli LPSK, Ali Nursahid didampingi Tim LPSK Perwakilan Medan, Erlince Ully Artha Tobing pada Media Gatering dengan wartawan di Medan di Kantor Perwakilan LPSK Medan Gedung Keuangan Negara, Jalan Pangeran Diponegoro No.30a, Jumat (28/6/2024).
Selain Kota Medan, wilayah berikutnya dengan permohonan tinggi pada tahun 2023 ditempati Kabupaten Deli Serdang sebanyak (46 permohonan), disusul Kabupaten Labuhanbatu Utara (26), Kabupaten Langkat (15), Labuhanbatu (11), Asahan (9), Nias (8), Binjai (8), Sibolga (7) dan Kota Pematangsiantar (6).
"Berdasar jenis tindak pidana, tertinggi permohonan datang dari saksi/korban dalam tindak pidana lain yang mengancam jiwa (90 permohonan) dengan bentuk penganiayaan (21) dan kekerasan dalam rumah tangga (9) yang paling tinggi permohonannya. Selanjutnya, Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) (80), Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) (71) dan kekerasan seksual anak (55)," jelasnya.
Dia menambahkan terlindung LPSK dari wilayah Sumatera Utara Tahun 2023 Jumlah total terlindung LPSK tahun 2023 di Sumatera Utara berjumlah 146 terlindung. Berdasarkan jenisnya, tindak pidana kekerasan seksual yang paling banyak yakni Penganiayaan Berat (40), Tindak Lainnya yang mengancam jiwa (20), dan TPPO (12).
"Sementara itu, hingga Juni 2024 jumlah permohonan perlindungan ke LPSK di Sumatera Utara sebanyak 78 permohonan. Berdasarkan jenis tindak pidana, tindak pidana lain yang mengancam jiwa menempati urutan teratas dengan 30 permohonan. Jenis tindak pidana lain yang paling banyak berupa pengancaman (7) dan pengeroyokan (4)," paparnya.
Menurut Ali Nursahid mandat Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tertuang dalam UU Nomor 13 Tahun 2006 dan telah diubah dengan UU Nomor 31 Tahun 2014 Tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
"Di mana perlindungan adalah segala upaya pemenuhan hak dan pemberian bantuan untuk memberikan rasa aman kepada saksi dan/atau korban untuk menciptakan lingkungan yang kondusif dalam menghargai hak-hak dasar saksi dan korban, mencegah dan/atau menghapuskan dampak langsung dari akibat tindak pidana, dan memperbaiki kondisi hidup saksi dan korban," jelasnya
Tindak pidana tertentu yang menjadi kewenangan LPSK meliputi 1) Pelanggaran HAM yang berat, 2) korupsi, 3) terorisme, 4) perdagangan orang, 5) pencucian uang, 6) narkotika-psikotropika, 7) kekerasan seksual (perempuan dan anak), 8) penyiksaan, 9) penganiayaan berat, dan 10) tindak pidana lain yang mengakibatkan posisi saksi dan/atau korban dihadapkan pada situasi yang sangat membahayakan jiwanya.
"Program perlindungan LPSK diberikan pada saksi, korban, pelapor, saksi pelaku dan ahli lewat pemberian perlindungan berupa: 1) perlindungan fisik, 2) pemenuhan hak prosedural, 3) perlindungan hukum, 4) hak atas informasi, 5) hak atas pembiayaan, 6) hak saksi pelaku, 7) fasilitasi kompensasi, 8) fasilitasi restitusi, 9) bantuan medis, 10) rehabilitasi psikologis dan 11) rehabilitasi psikososial," jelasnya
Ali Nursahid menambahkan Pekan Anti Penyiksaan Nasional Pada 26 Juni diperingati sebagai Hari Anti Penyiksaan Internasional. Setiap negara mempunyai kewajiban untuk melakukan penghormatan, perlindungan dan pemenuhan hak asasi manusia.
"Dalam mencegah dan melarang segala bentuk penyiksaan, Indonesia telah meratifikasi Konvensi Anti Penyiksaan (UNCAT) melalui UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman lain yang Kejam, Tidak Manusiawi, atau Merendahkan Martabat Manusia.
"Sejak 2016 Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) tergabung dalam Kerjasama Untuk Pencegahan Penyiksaan (KUPP). KUPP melakukan sejumlah program kegiatan antara lain melakukan pemantauan/kunjungan ke tempat-tempat penahanan, menyusun laporan bersama, melakukan dialog konstruktif dengan para pihak, peningkatan kapasitas, studi dan kampanye secara nasional dalam rangka memperkuat hadirnya mekanisme nasional pencegahan penyiksaan," paparnya. (*)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.