disrupsi.id - Medan | Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumatera Utara menetapkan pasangan nomor urut 1, Bobby Nasution-Surya, sebagai pemenang di Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumut 2024.
Dalam rekapitulasi tingkat provinsi yang dilakukan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) Sumut pada Senin (9/12/2024), pasangan ini berhasil mengantongi 3.645.611 suara, mengungguli pasangan nomor urut 2, Edy Rahmayadi-Hasan Basri Sagala, yang memperoleh 2.009.311 suara.
Ketua KPU Sumut, Agus Arifin, menyatakan total suara sah mencapai 5.654.922, dengan 298.754 suara tidak sah, sehingga jumlah keseluruhan suara yang masuk mencapai 5.953.676. Hasil ini telah dituangkan dalam Surat Keputusan KPU Sumut Nomor 495 Tahun 2024. Namun, dari total 10.771.496 pemilih tetap (DPT), tingkat partisipasi pemilih masih menyisakan ruang evaluasi.
Dalam kesempatan itu, Leonardo Marbun saksi dari paslon 2 Edy Rahmayadi - Hasan menyatakan menolak untuk menandatangani berita acara penetapan. Dia mengatakan proses Pilkada di Sumut tidak mencerminkan pesta demokrasi yang jujur dan adil.
"Karena di tengah pesta tersebut ada warga yang menderita karena bencana banjir dan mereka tidak menggunakan hak pilihnya. Kita juga prihatin dengan tingginya surat suara yang tidak sah. Itu sudah masuk dalam catatan keberatan kami, " ujarnya.
Bahkan dalam Pilgub 2024, Leonardo menilai keberpihakan pj kepala daerah dan partai coklat yang tak lain sebutan untuk instansi kepolisian terhadap paslon Bobby Nasution - Surya terjadi secara terang terangan.
"Karena adanya keberpihakan pj kepala daerah kepada paslon 01 merupakan bentuk penyalahgunaan kekuasaan. Kedua keberpihakan partai coklat kepada paslon Bobby. Kami tidak akan meneken berita acara," tegasnya.
Komisioner Bawaslu Sumut, Johan Alamsyah, turut mengkritisi sejumlah aspek pelaksanaan Pilgub Sumut 2024. Ia menyoroti lemahnya kualitas sumber daya manusia Kelompok Penyelenggara Pemungutan Suara (KPPS) di beberapa daerah.
“Ada kasus KPPS yang sengaja memberikan lebih dari satu surat suara kepada pemilih, dan hal ini menjadi viral. Ini mencerminkan lemahnya integritas sebagian petugas,” ungkap Johan.
Selain itu, ia mencatat adanya laporan mengenai keterlibatan Aparatur Sipil Negara (ASN), pejabat struktural, hingga aparatur desa yang berpihak kepada salah satu pasangan calon. Politik uang juga dilaporkan terjadi di berbagai wilayah, baik di tingkat kabupaten, kota, maupun provinsi. (*)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.