disrupsi.id - Medan | Federasi Serikat Pekerja Metal Indonesia (FSPMI) Sumatera Utara dengan tegas menolak keputusan Penjabat Gubernur Sumut terkait kenaikan Upah Minimum Sektoral Provinsi (UMSP) tahun 2025.
Meskipun menyetujui kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5%, Ketua FSPMI Sumut, Willy Agus Utomo, menyatakan bahwa kebijakan UMSP yang hanya mencakup delapan sektor industri dianggap tidak adil bagi mayoritas pekerja di Sumut.
Dalam keputusan terbaru, delapan sektor yang mendapatkan kenaikan UMSP meliputi sektor pertanian, kehutanan, perikanan, pertambangan, konstruksi, akomodasi dan penyediaan makanan, informasi dan komunikasi, serta keuangan.
Menurut Willy, jumlah ini jauh dari memadai, mengingat terdapat sekitar 30 sektor industri yang seharusnya dimasukkan, seperti sektor baja, elektronik, tekstil, kayu, mebel, sarung tangan, vulkanisir ban, pergudangan, dan ritel.
"Keputusan ini jelas merugikan buruh. Delapan sektor tersebut justru memiliki jumlah pekerja yang lebih sedikit dibandingkan sektor lain yang tidak diakomodasi," ujar Willy kepada media di Medan.
Willy juga menyoroti bahwa kondisi buruh di Sumut sudah lama tertekan dengan upah yang rendah. Kembalinya regulasi UMSP seharusnya menjadi momentum untuk meningkatkan kesejahteraan buruh. Namun, kebijakan ini justru dinilai sebagai langkah mundur.
Ia mengingatkan, jika kebijakan ini tidak direvisi, pemerintah kabupaten dan kota di Sumut kemungkinan besar akan mengikuti pola yang sama dalam menetapkan Upah Minimum Sektoral Kabupaten/Kota (UMSK).
"Jika UMSK hanya mengacu pada delapan sektor, mayoritas buruh di daerah tidak akan merasakan manfaat apapun. Ini seperti mengingkari harapan buruh," tegas Willy, yang juga menjabat sebagai Ketua Partai Buruh Sumut.
Rencana Aksi Besar-Besaran
Sebagai bentuk protes, FSPMI Sumut berencana menggelar aksi unjuk rasa besar-besaran dalam waktu dekat. Aksi ini bertujuan menekan Penjabat Gubernur Sumut untuk merevisi keputusan tersebut.
"Minggu depan kami akan turun ke jalan. Jika kebijakan ini tidak diubah, kami mendesak agar PJ Gubsu dicopot. Keputusan ini menunjukkan kurangnya empati terhadap buruh Sumut," pungkas Willy.
Dampak Kebijakan terhadap Ekonomi Lokal
Keputusan terkait UMSP tidak hanya memengaruhi kehidupan buruh, tetapi juga dapat berdampak pada perekonomian lokal. Kebijakan yang tidak memadai berisiko memperlebar kesenjangan ekonomi antara sektor formal dan informal. Oleh karena itu, revisi kebijakan ini menjadi krusial untuk memastikan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan tenaga kerja.
FSPMI Sumut menyerukan solidaritas dari seluruh elemen buruh untuk mendukung perjuangan ini. Dengan aksi kolektif, mereka berharap dapat menciptakan perubahan yang lebih berpihak pada kesejahteraan pekerja di Sumatera Utara. (*)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.