Kasus Sengketa Lahan Adat di Simalungun, Kasat Reskrim Polres Simalungun Dilaporkan ke Propam

Kasus Sengketa Lahan Adat di Simalungun, Kasat Reskrim Polres Dilaporkan ke Propam
Tangkapan layar tiktok @amongtamalau392, salah satu mobil yang menurut saksi mata membawa orang-orang PT Sipiso Piso saat mengusir Rudy dan rombongan, dari lahan yang bersengketa, yaitu mobil double cabin strada L200 Plat no pol : BA 7 AK berplat merah dengan hiasan 5 bintang

Disrupsi.id, Medan – Kisruh sengketa lahan adat di Simalungun berbuntut panjang. Ketua Jaringan dan Pendamping Kebijakan Pembangunan Sumut (JPKP), Rudy Chairuriza Tanjung, SH, resmi melaporkan Kasat Reskrim Polres Simalungun, AKP Herison Manulang, S.H, ke Propam Polri. Laporan tersebut terkait dugaan tindakan tidak patut yang dilakukan oleh Kasat Reskrim saat menangani sengketa tanah antara pemilik lahan dan PT Sipiso Piso.

Laporan Rudy telah didaftarkan secara online ke Propam Polri pada 26 Desember 2024 dengan nomor registrasi 11241226000044, dan Surat Pemberitahuan Perkembangan Penanganan Dumas (SP3D) diterbitkan pada 10 Januari 2025. Namun, hingga 10 Februari 2025, laporan tersebut masih dalam proses tanpa kejelasan. Merasa diperlambat, Rudy kemudian melaporkan kasus ini ke Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) untuk mendapatkan perlindungan hukum dan memastikan pengawasan lebih lanjut terhadap laporan tersebut.

Sengketa Lahan Berujung Konflik

Kasus ini bermula dari sengketa tanah seluas 96.740 m² di Desa Silimakuta Barat, Kecamatan Silimakuta, Kabupaten Simalungun. Tanah tersebut dimiliki oleh Hartanto Bunahar (HB) berdasarkan Sertifikat Hak Milik No. 122 atas nama Minita A.A Barus, yang diperoleh pada 29 Mei 1998 dan dibalik nama pada tanggal pendaftaran 11 November 2011. Lahan ini merupakan lahan adat masyarakat setempat yang telah mereka garap turun-temurun.

Permasalahan memuncak saat PT Sipiso Piso menerbitkan Hak Guna Bangunan (HGB) di atas lahan tersebut, yang memicu dugaan penyerobotan tanah. Kasus ini pun dilaporkan ke Bareskrim Polri dengan Nomor: LP/B/467/XII/2024/SPKT/BARESKRIM POLRI, tertanggal 23 Desember 2024, serta didukung oleh Laporan Informasi Nomor: LI/176/X/RES.1.24./2024/Dittipidum tanggal 24 Oktober 2024.

Ketegangan di Lapangan

Pada 27 November 2024, Rudy mendampingi kliennya ke lokasi sengketa di Desa Sinar Naga Mariah bersama Tim Satgas Anti Mafia Tanah dari Mabes Polri untuk meninjau langsung kondisi lahan dan dugaan perusakan tanaman milik warga. Namun, saat berada di lokasi, mereka dihadang oleh lima pria tak dikenal yang mengaku sebagai perwakilan PT Sipiso Piso.

Tim satgas kemudian difoto dan direkam oleh kelima orang tersebut. Untuk menghindari perdebatan, tim satgas menunjukkan identitas dan surat tugas serta meminta agar foto dan video tersebut dihapus, tetapi permintaan itu ditolak. Tim satgas juga meminta kelima orang itu menunjukkan surat tugas mereka, namun hanya satu orang yang dapat menunjukkan surat tugas resmi dari PT Sipiso Piso. Sempat terjadi adu mulut antara tim satgas dengan lima orang tersebut.

Tak lama kemudian, petugas dari Polsek Saribu Dolok, yakni Daniel, yang mengaku sebagai Kanit Reskrim, datang untuk menengahi situasi. Ketegangan semakin meningkat ketika sekitar 30 orang lainnya tiba dengan mengendarai mobil double cabin Strada L200 plat BA 7 AK, truk Canter kuning, dan satu unit mobil pribadi. Mereka langsung mendatangi Rudy dan kliennya dengan gestur mengintimidasi. Orang-orang yang baru datang ini juga mengaku dari PT Sipiso Piso.

Melihat situasi tidak kondusif, polisi dari Polsek Saribu Dolok menyarankan Rudy dan timnya untuk meninggalkan lokasi dengan pengawalan polisi. Mereka kemudian diarahkan untuk hadir ke Polsek Saribu Dolok dan diminta menunggu Kasat Reskrim Polres Simalungun hingga pukul 20:00 WIB.

Setelah beberapa jam, pihak Polsek memberi kabar bahwa pertemuan dengan Kasat Reskrim akan berlangsung di Polres Simalungun. Mereka pun bergerak ke sana dan menunggu di ruang Unit Reskrim Polres Simalungun.

Dugaan Perlakuan Sewenang-wenang di Polres Simalungun

Sesampainya di Polres Simalungun, Kasat Reskrim AKP Herison Manulang disebut menunjukkan ekspresi yang tampak emosi dan meminta klien Rudy untuk diperiksa tanpa dasar yang jelas. Meski menolak, klien Rudy akhirnya harus menjalani Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Saat proses BAP berlangsung, Kasat Reskrim disebut memotret Rudy yang sedang mendampingi kliennya.

Yang mengejutkan, setelah pemeriksaan, mereka tidak diperbolehkan pulang hingga pukul 04.30 WIB (pagi) pada 28 November 2024. Kondisi ini membuat klien Rudy yang sudah lanjut usia mengalami kelelahan parah. Saat mencoba mencari petugas untuk meminta izin pulang, Rudy tidak menemukan seorang pun di Unit Reskrim. Akhirnya, mereka memutuskan untuk meninggalkan Polres setelah petugas piket mempersilakan mereka membuka gerbang, yang ternyata tidak tergembok.

Setelah keluar dari Polres Simalungun, mereka pun kembali ke Medan. Namun, sekitar pukul 11.00 WIB, Kasat Reskrim kembali menghubungi Rudy dan memintanya kembali ke Polres tanpa adanya panggilan resmi. Rudy menolak permintaan tersebut.

Beberapa hari kemudian, pada 30 November 2024, Rudy dikejutkan dengan tersebarnya foto dirinya bersama kliennya saat BAP di Polres Simalungun melalui WhatsApp. Hal ini membuatnya merasa keberatan, karena foto tersebut diduga digunakan untuk kepentingan yang tidak jelas.

Tuntutan ke Propam

Atas berbagai dugaan pelanggaran yang terjadi, Rudy meminta Propam Polri untuk mengambil tindakan tegas terhadap AKP Herison Manulang, termasuk:

  • Evaluasi kinerja atas jabatannya.
  • Pencopotan dari jabatan sebagai Kasat Reskrim Polres Simalungun.
  • Mutasi yang bersangkutan untuk bertugas ke wilayah Indonesia bagian timur.

Sementara itu, Tim Satgas Anti Mafia Tanah yang telah kembali ke Jakarta belum memberikan pernyataan resmi, dengan alasan bahwa kewenangan tersebut berada di tangan Humas Mabes Polri.

Kasus sengketa lahan di Simalungun ini menjadi perhatian publik karena melibatkan berbagai pihak, mulai dari pemilik tanah, perusahaan swasta, kepolisian, hingga tim dari Mabes Polri. Laporan terhadap Kasat Reskrim Polres Simalungun ke Propam menjadi langkah untuk menuntut keadilan atas dugaan perlakuan sewenang-wenang terhadap pelapor dan kliennya.

Perkembangan kasus ini masih berjalan, dan publik menunggu bagaimana sikap Propam Polri serta Kompolnas dalam menindaklanjuti laporan tersebut. (pujo)

Baca Juga

Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.

Lebih baru Lebih lama

نموذج الاتصال