disrupsi.id - Medan | Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Sumatera Utara mengecam dugaan penyiksaan berujung hilangnya nyawa pelajar Pandu Brata Siregar (18) yang dilakukan polisi di Kabupaten Asahan.
“Peristiwa ini kembali menjadi coreng buruk wajah kepolisian. Ini adalah bukti dugaan pelanggaran Hak Asasi Manusia (HAM) masih langgeng di tubuh kepolisian kita,” ujar Staf Advokasi KontraS Sumut Ady Yoga Kemit di Kota Medan, Senin (17/3/2025).
Pandu meninggal dunia pada Senin (10/3/2025). Korban diduga disiksa polisi saat pembubaran paksa lomba lari yang digelar pemuda di kawasan Desa Sungai Lama, Kecamatan Simpang Empat, Kabupaten Asahan, Minggu (9/3/2025).
"KontraS Sumut melakukan investigasi dugaan penyiksaan itu. Sejumlah fakta pendukung penyiksaan itu didapati di lapangan," ujarnya.
Dalam temuan KontraS Sumut, tambahnya, dugaan penyiksaan ini bermula saat Pandu bersama rekan-rekannya berkumpul di kawasan Simpang Kawat, Asahan sekitar pukul 22.00 WIB, Sabtu (8/3/2025).
"Dalam perjalanan pulang, mereka melihat sejumlah pemuda berkumpul di kawasan area PT Sintong. Merasa penasaran, mereka kemudian mendatangi daerah itu dan mendapati sedang digelar lomba lari," urainya.
Kemudian sejumlah polisi dari Polsek Simpang Empat membubarkan paksa lomba lari itu pada Minggu (9/3/2025) sekitar pukul 00.30 WIB. Menurut kesaksian warga, ada suara tembakan yang terdengar.
“Warga mendengar suara tembakan sebanyak tiga kali. Kerumunan pemuda itu kemudian berhamburan," ucap Ady.
Pandu bersama empat rekannya ikut membubarkan diri dengan menumpangi satu sepeda motor. Saat mencoba bubar, mereka dikejar polisi. Pandu yang duduk pada posisi keempat melompat dari sepeda motor bersama seorang temannya berinisial SS.
"Saat di atas sepeda motor, polisi tersebut juga mencoba menendang mereka.
SS yang melompat berhasil menjauh dari polisi. Sementara korban yang melompat langsung diduga ditabrak polisi yang bersepeda motor," jelasnya.
Setelah Pandu tersungkur, polisi diduga menendangnya dua kali. Perut Pandu juga diduga diinjak. Saat itu beberapa warga mendengar teriakan Pandu kesakitan dan meminta ampun,” sebut Ady.
Setelah itu Pandu ditangkap. Polisi sempat membawa Pandu ke Puskesmas Simpang Empat. Di sana dia mendapat perawatan karena luka di bagian pelipis matanya.
Polisi kemudian membawa Pandu ke Polsek Simpang Empat.
"Dalam pemeriksaan ini, Pandu tidak mendapat pendampingan hukum meski berstatus di bawah umur. Pandu kemudian menjalani tes urine. Hasil tes pertama menunjukkan Pandu negatif narkoba, namun hasil tes kedua tidak jelas," pungkasnya.
Namun pihak kepolisian akhirnya menyatakan Pandu positif menggunakan narkoba. Menurut KontraS Sumut, tudingan ini dipaksakan. Bahkan Pandu diduga dijebak. Polres Asahan juga menyampaikan informasi ini secara resmi. Menurut KontraS, ini adalah upaya framing buruk terhadap korban.
“Polisi membunuh Pandu dua kali. Menghilangkan nyawa, dan membunuh karakternya,” ujar Ady.
Pihak keluarga juga menepis tudingan korban menggunakan narkoba. Selama ini Pandu dikenal sebagai sosok yang pendiam. Pemuda yatim piatu itu juga hobi berolahraga. Bahkan dia bercita-cita menjadi Tentara Nasional Indonesia (TNI) kelak lulus dari sekolah. Sehingga dia benar-benar menjaga kondisi fisiknya tetap bugar.
"Saat di Polsek Simpang Empat, Pandu sempat menghubungi keluarganya untuk dijemput. Karena tidak mendapatkan respon, Pandu meminta temannya untuk menjemputnya," ungkapnya.
Menurutnya, Pandu meminta dijemput karena mengeluh sakit pada bagian perut.
Pandu dijemput oleh keluarganya pada Minggu (9/3/2025) sekitar pukul 10.00 WIB. Dia kemudian dibawa ke tempat tinggal temannya. Di sana korban bercerita bahwa dia ditabrak dan ditendang polisi.
"Kepada sepupu dan kakak kandungnya, korban kembali mengeluhkan sakit di bagian perutnya. Pandu kemudian dibawa ke rumah sakit pada Senin (10/3/2025) pagi," tuturnya.
Hasil pemeriksaan dalam tubuh Pandu ditemukan ada bercak darah di bagian ulu hati dan lambung korban. Kondisi Pandu memburuk pada siang hari. Pandu kemudian dinyatakan meninggal dunia pada Senin (10/3/2025) pukul 16.30 WIB.
"Dugaan penyiksaan ini membuat luka di dalam tubuh korban,”’ kata Ady.
Kasus dugaan penyiksaan ini dilaporkan ke Polda Sumut. Polisi melakukan ekshumasi terhadap jenazah korban. Proses ekshumasi berlangsung di Desa Parlakit Tangan, Ujung Padang, Kabupaten Simalungun, Minggu (16/3/2025).
"Harapan keluarga, hasil ini terbongkar jangan ada di neko-neko," ungkap Ragil Siregar, keluarga korban.
Saat ekshumasi, pihak keluarga juga menghadirkan dokter independen. Ekshumasi berlangsung hingga empat jam. Dokter forensik RS Bhayangkara TK II Medan, dr Ismurizal SpF mengaku menemukan beberapa keganjilan di jenazah korban. Sebab dia menemukan bercak merah. Namun pihaknya masih memastikan hasil ekshumasi yang dilakukannya bersama tim.
"Kan dia sudah dikubur, kita lihatlah nanti. Ada memang seperti warna kemerahan gitu ya. Tapi, belum bisa kita simpulkan karena harus ada pemeriksaan tambahan," ungkap Ismurizal.
Kapolres Asahan, AKBP Afdhal Junaidi mengaku akan transparan terhadap hasil ekshumasi yang dilakukan oleh tim forensik.
"Mohon doanya, semoga hasilnya cepat bisa kita rilis, pastinya dengan ilmu kedokteran forensik yang dilakukan saat ini," ujarnya. (*)
Baca konten menarik lainnya dan follow kami di Google News.