BACA JUGA:
Tiga jam perjalanan dari pusat Kabupaten Nias Utara menuju Desa Banua Sibohou 2 terasa seperti menembus waktu. Jalan tanah merah yang berlubang dalam, jembatan kayu yang berderak, dan lembah hijau yang membentang panjang menjadi pemandangan sehari-hari bagi para teknisi PLN UP3 Nias yang membawa misi sederhana: menyalakan listrik.
Di salah satu tikungan kecil, truk mereka berhenti. Panel surya seberat belasan kilogram diangkat ke bahu, diseret bergantian menuju desa yang selama ini hidup dalam gelap. “Namanya desa terpencil ya gini, terpaksa lewat jalan rusak, meniti di jembatan batang kelapa, sampe kaki terbenam di lumpur pun udah biasa ,” kata salah satu teknisi muda PLN, dengan tawa kecil yang menyembunyikan lelah. “Tapi begitu lampunya nyala, capeknya hilang.”
Sore itu, halaman Pusat Kegiatan Belajar Mengajar (PKBM) ORUDUA, satu-satunya pusat belajar nonformal di Banua Sibohou 2, mendadak ramai. Anak-anak berkumpul, menatap tim PLN memasang panel surya dan baterai di atap seng sekolah.
Tak lama, suara kecil terdengar. “Menyala, Bu!” Lampu di ruang kelas berkedip, lalu terang sempurna. Tepuk tangan meledak, sebagian orang dewasa menyunggingkan senyum. Beberapa dari mereka bersorak riuh, seolah baru saja mendapat durian runtuh. Di desa ini, listrik bukan hanya alat penerangan, tapi sebagai penanda bahwa mereka akhirnya diperhatikan.
Sebelum cahaya itu datang, Fani, siswi PKBM ORUDUA, belajar dengan lampu minyak. “Kalau hujan, asapnya banyak, kadang mati. Saya suka batuk,” katanya. Kini, Fani bisa belajar lebih lama, menggunakan komputer kecil bantuan sekolah, bahkan memutar video pembelajaran lewat ponsel yang kini bisa diisi daya sendiri. “Saya mau jadi guru,” ujarnya dengan mata berbinar.
Program SuperSUN dari PLN UP3 Nias ini memang dirancang untuk menjangkau wilayah yang sulit terhubung jaringan listrik konvensional. Sistemnya sederhana namun revolusioner: panel surya terintegrasi dengan baterai berkapasitas tinggi, menghasilkan listrik bersih selama 24 jam.
“Dengan SuperSUN, warga di pelosok tak perlu menunggu jaringan utama. Mereka bisa langsung menikmati energi yang andal dan ramah lingkungan,” kata Leonard Tulus M. Panjaitan, Manajer PLN UP3 Nias.
Ia menegaskan bahwa keadilan energi bukan sekadar slogan, tapi komitmen yang harus diwujudkan di lapangan.
“Kalau listrik hanya ada di kota, itu belum kemajuan. Kemajuan adalah ketika anak di pelosok bisa belajar malam hari seperti anak di Medan atau Jakarta,” tambahnya.
Sebelum listrik datang, desa ini hidup dalam ritme alam. Pagi adalah waktu bekerja, malam berarti tidur. Sekolah hanya buka siang, dan kegiatan ekonomi berhenti saat matahari terbenam. Kini, perubahan mulai terasa perlahan.
Yohana, seorang ibu dua anak, membuka warung kecil di depan rumahnya. “Dulu cuma jual siang. Sekarang malam masih ramai,” katanya sambil menata botol minuman dingin di lemari pendingin kecil, sesuatu yang dulu sangat jarang dilakukan karena genset mahal dan boros bahan bakar.
Di posyandu kecil, lampu yang menyala memberi ruang bagi bidan desa memeriksa ibu hamil dengan lebih tenang.
Perubahan semacam ini mungkin terlihat kecil bagi mereka yang hidup di kota, tapi di Banua Sibohou 2, cahaya berarti martabat. Energi menjadi jembatan antara keterpencilan dan kemajuan.
Di balik keberhasilan itu, medan menuju desa Banua Sibohou 2 tetap menjadi tantangan utama. Banyak peralatan harus dibawa dengan tenaga manusia, melewati lembah dan sungai.
“Waktu pertama pasang, hujan besar. Lumpur sampai lutut. Tapi warga bantu semua,” kata teknisi PLN lagi. Ia menunduk, seolah mengulang dalam kepala saat pertama kali lampu menyala, momen yang membuatnya bangga menjadi bagian dari sesuatu yang lebih besar dari sekadar pekerjaan.
Program Super Sun di Nias Utara mendapat apresiasi langsung dari General Manager PLN Unit Induk Distribusi (UID) Sumatera Utara, Ahmad Syauki. Ia menyebut kehadiran listrik di PKBM ORUDUA sebagai tonggak penting dalam membangun kualitas sumber daya manusia di wilayah kepulauan.
“Listrik adalah hak dasar yang wajib dipenuhi. Kehadiran Super Sun membuktikan bahwa negara hadir di tengah masyarakat, membawa harapan baru dalam peningkatan mutu pendidikan dan kesejahteraan,” ungkap Syauki.
Menurut catatan PLN, hingga pertengahan 2025, program elektrifikasi di wilayah 3T terus meningkat, sebagian besar melalui inovasi seperti SuperSUN. Di sejumlah pulau kecil di Sulawesi Selatan dan Nusa Tenggara Timur, sistem serupa telah membuat warga lepas dari ketergantungan pada genset berbahan bakar solar yang mahal dan berisik.
Langkah ini sejalan dengan misi besar PLN ‘Energi Berdaulat untuk Indonesia Kuat’, di mana pemerataan akses energi bukan hanya proyek teknis, tapi upaya membangun keadilan sosial.
Banua Sibohou 2 kini menjadi bukti kecil dari perjalanan panjang menuju energi yang berkeadilan. Di ruang kelasnya, anak-anak sudah terbiasa menyalakan lampu sendiri sebelum belajar. Di rumah-rumah, suara dari radio mulai terdengar: berita, lagu rohani, masuk ke telinga warga yang dulu terisolasi.
Mungkin itulah arti sesungguhnya dari energi berkeadilan. Bukan hanya listrik yang menyala, tapi setiap masyarakat berhak setara dengan siapa pun di negeri ini.
Dan, di setiap rumah yang kini terang, tersimpan bukti bahwa listrik bukan hanya infrastruktur, ia adalah denyut kemanusiaan itu sendiri. (dfn)











