Ekbis

Dari Kampus hingga Pasar, Begini Cara OJK Bangun Kesadaran Finansial Nasional

×

Dari Kampus hingga Pasar, Begini Cara OJK Bangun Kesadaran Finansial Nasional

Sebarkan artikel ini
Dari Kampus hingga Pasar, Begini Cara OJK Bangun Kesadaran Finansial Nasional
Rapat Dewan Komisioner Bulanan OJK

Disrupsi.id, Jakarta — Di tengah arus digitalisasi dan derasnya penetrasi aplikasi keuangan, tantangan terbesar Indonesia bukan hanya akses, melainkan pemahaman.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjawab persoalan itu lewat program masif literasi keuangan bertajuk GENCARKAN, yang kini menjangkau jutaan masyarakat dari Sabang sampai Merauke.

Sertifikat JMSI

Tak tanggung-tanggung, sepanjang 2025, OJK mencatat lebih dari 4.700 kegiatan edukasi keuangan dan 7 juta peserta aktif, baik secara langsung maupun daring. Kampanye digitalnya bahkan menembus 206 juta penayangan, menjadikannya salah satu gerakan literasi keuangan terbesar di Asia Tenggara.

“Kita ingin literasi bukan hanya sekadar angka statistik, tapi jadi perilaku hidup masyarakat,” ujar Deputi Komisioner Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK dalam keterangan tertulis RDKB September 2025.

Di banyak daerah, gerakan ini terasa nyata. Di Kendal, para pedagang pasar belajar mencatat keuangan harian lewat aplikasi mikrofinansial. Di Palu, mahasiswa dilatih menjadi Duta Literasi Keuangan, mengajarkan ibu rumah tangga cara menabung digital dan menghindari pinjol ilegal.
Mereka bukan sekadar peserta, tapi agen perubahan finansial.

Program training of trainers yang dilakukan OJK telah melahirkan 14 ribu duta literasi yang tersebar di seluruh Indonesia. Mereka membawa semangat baru: memahami uang, bukan hanya menggunakannya.

Era digital juga membawa ancaman baru, maraknya penipuan investasi dan financial hoax. Banyak masyarakat tergoda janji “cuan instan” tanpa memahami risiko.

Karena itu, kampanye literasi kini tak hanya mengajarkan produk, tetapi juga menanamkan daya kritis finansial.

“Edukasi keuangan kini harus setara dengan edukasi digital. Masyarakat harus tahu cara mengenali akun palsu, tawaran ilegal, dan risiko pinjaman daring,” kata Direktur Perlindungan Konsumen OJK.

Mengapa literasi keuangan begitu penting? Karena ia adalah fondasi dari ekonomi inklusif.

Indonesia menargetkan tingkat literasi keuangan mencapai 70% pada 2027, dengan inklusi keuangan 95%.
Tanpa pemahaman finansial, akses ke layanan keuangan justru bisa jadi jebakan utang.

Program GENCARKAN tidak hanya memproduksi video edukasi atau brosur. Ia menghadirkan narasi baru: bahwa stabilitas ekonomi nasional dimulai dari perilaku finansial individu.

“Kami ingin anak muda punya kesadaran finansial sejak kuliah. Mereka harus paham bahwa investasi bukan hanya saham, tapi juga kesehatan, pendidikan, dan masa depan,” ujar salah satu staf OJK dari Universitas Brawijaya.

OJK juga memanfaatkan teknologi digital untuk memperluas jangkauan edukasi. Lewat kanal OJK Digital Learning, masyarakat dapat mengakses modul keuangan interaktif, video edukatif, hingga kuis gamifikasi.

Dalam konteks ekonomi digital, pendekatan ini sangat strategis. Sebab menurut survei Katadata Insight Center (2024), 62% masyarakat belajar finansial bukan dari sekolah, melainkan dari media sosial.

Dengan strategi konten yang humanis dan berbasis pengalaman nyata, OJK mengubah literasi menjadi sesuatu yang relevan dan relatable.

Pada akhirnya, literasi keuangan bukan hanya tentang menabung atau berinvestasi, melainkan tentang kemandirian berpikir dan bertindak.
Gerakan literasi yang digencarkan OJK menunjukkan bahwa transformasi ekonomi tidak selalu dimulai dari kebijakan makro, tapi bisa lahir dari ruang-ruang kecil: kampus, pasar, dan komunitas. (dfn)