Internasional

Korea Selatan Akui LGBTQ+, Masukkan dalam Data Resmi Sensus Nasional

×

Korea Selatan Akui LGBTQ+, Masukkan dalam Data Resmi Sensus Nasional

Sebarkan artikel ini
Korea Selatan Akui LGBTQ+, Masukkan dalam Data Resmi Sensus Nasional
Pasangan LGBTQ+ di korea selatan (poto: ist)

Disrupsi.id, Jakarta – Untuk pertama kalinya dalam hampir satu abad, Korea Selatan mencatat sejarah baru. Negara yang dikenal konservatif terhadap isu LGBTQ+ ini akhirnya akan mengakui pasangan sesama jenis dalam sensus nasional 2025 — langkah yang menandai perubahan besar dalam cara negara melihat keberagaman struktur keluarga.

Pembaruan ini diumumkan oleh Statistik Korea (KOSTAT), lembaga resmi yang menangani Sensus Penduduk dan Perumahan. Dalam sensus yang akan berlangsung 22 Oktober hingga 18 November 2025, kategori “anggota rumah tangga” kini diperluas untuk memasukkan opsi baru: “pasangan” dan “kohabitasi tidak menikah (pasangan tinggal serumah)”. Dengan demikian, pasangan sesama jenis yang hidup bersama kini dapat terdaftar sebagai pasangan resmi untuk pertama kalinya sejak sensus Korea dimulai pada tahun 1925.

Sertifikat JMSI

Meski perubahan ini disambut sebagai kemajuan besar, pemerintah menegaskan bahwa pengakuan di sensus tidak berarti legalisasi pernikahan sesama jenis. Korea Selatan masih belum mengakui pernikahan LGBTQ+ secara hukum, sehingga pasangan sesama jenis belum memiliki hak-hak sipil yang sama seperti pasangan heteroseksual — misalnya hak waris, tunjangan keluarga, atau asuransi pasangan.

Namun, pengakuan dalam sensus tetap menjadi langkah simbolis penting. Ini adalah pertama kalinya pemerintah mengakui secara eksplisit bahwa pasangan sesama jenis eksis di masyarakat, dan layak dihitung dalam data nasional.

“Sensus bukan hanya soal angka. Ini soal siapa yang dianggap ada oleh negara,” tulis salah satu aktivis LGBTQ+ di Seoul dalam wawancara dengan The Korea Herald.

Pembaruan sensus tahun 2025 tidak hanya soal pengakuan pasangan sesama jenis. Statistik Korea juga menambahkan sejumlah pertanyaan baru yang mencerminkan perubahan gaya hidup masyarakat modern, seperti niat untuk menikah, waktu pengasuhan keluarga, dan cara mengatur rumah tangga bersama.

Dengan perubahan ini, sensus 2025 berfungsi lebih dari sekadar pengumpulan data. Ia menjadi cerminan nyata dari pergeseran sosial Korea Selatan — dari masyarakat yang seragam menuju masyarakat yang lebih terbuka pada keberagaman bentuk keluarga dan hubungan.

“Langkah ini menandakan pengakuan terhadap keberadaan komunitas LGBTQ+, meskipun perlahan. Setiap kebijakan dimulai dari data, dan kini data itu mulai mencerminkan realitas,” tulis TIME Magazine.

Kabar ini disambut positif oleh banyak kelompok hak asasi dan aktivis LGBTQ+ di Korea. Bagi mereka, langkah ini membuka jalan menuju perubahan hukum yang lebih luas di masa depan. Namun di sisi lain, sebagian kalangan konservatif masih menentangnya, menyebut langkah ini sebagai bentuk “normalisasi” hubungan yang tidak sejalan dengan nilai tradisional.

Meski begitu, fakta bahwa sensus resmi negara kini mengakui keberadaan pasangan sesama jenis menunjukkan arah perubahan yang tak terelakkan. Dalam masyarakat yang sedang bergulat antara tradisi dan modernitas, keputusan ini menjadi tanda bahwa Korea Selatan mulai berani menghadapi kenyataan sosialnya sendiri.

Bagi banyak pasangan LGBTQ+, pengakuan ini mungkin tidak langsung memberi hak hukum, tetapi cukup untuk memberi satu hal yang sering diabaikan: validasi bahwa mereka ada, dan mereka diakui. (kim)