BACA JUGA:
disrupsi.id – Medan | Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Pirngadi Medan kini tengah gencar membenahi infrastruktur dan fasilitas medis. Namun di balik ambisi pembangunan fisik tersebut, rumah sakit milik Pemkot Medan itu justru masih kekurangan tenaga dokter spesialis dan subspesialis.
Berdasarkan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2025, RSUD Pirngadi mendapat alokasi anggaran mencapai Rp158 miliar. Sayangnya, dari total anggaran tersebut, tidak satu pun pos dialokasikan untuk perekrutan dokter spesialis maupun subspesialis. Sebagian besar anggaran justru dialokasikan untuk belanja kebutuhan kantor, peralatan medis, hingga rehabilitasi gedung rumah sakit.
Anggota Komisi II DPRD Medan, Afif Abdillah, membenarkan hal tersebut. Ia menyebut sebagian besar dana diarahkan untuk pembangunan fasilitas baru seperti radio terapi dan bunker nuklir bawah tanah, serta perbaikan sistem pendingin ruangan dan kelistrikan rumah sakit.
“Rencananya memang ada beberapa proyek fisik seperti radio terapi. Tapi kami mendorong agar pembangunan dilakukan lewat kerja sama dengan pihak swasta karena Pirngadi sudah berstatus BLUD,” ujar Afif, yang juga Ketua Fraksi NasDem DPRD Medan, Rabu (8/10).
Meski begitu, Afif menilai seharusnya RSUD Pirngadi tidak melupakan aspek sumber daya manusia, terutama dalam hal penambahan dokter spesialis. Ia menyoroti minimnya tenaga spesialis hematologi dan subspesialis penting lainnya di rumah sakit tersebut.
“Mereka harus kompetitif dalam merekrut dokter. Sekarang dokter juga melihat kepastian, apakah rumah sakit punya pasien dan fasilitas yang mendukung,” tegas Ketua Bapemperda DPRD Medan itu.
Afif menilai, masalah utama RSUD Pirngadi bukan hanya soal anggaran, melainkan ketidakjelasan konsep dan regulasi internal dalam perekrutan dokter.
“Sampai sekarang, kriteria perekrutan dokter belum jelas. Tidak ada standar tertulis soal pengalaman atau kompetensi yang diutamakan. Kalau tidak ada acuan, siapa pun bisa direkrut tanpa ukuran yang pasti,” katanya.
Selain itu, Afif menekankan bahwa perekrutan dokter seharusnya disertai dengan analisis kebutuhan dan proyeksi bisnis rumah sakit.
“Kalau mereka mau rekrut dokter spesialis, harus jelas proyeksinya. Misalnya dokter A direkrut, berapa kasus yang bisa ditangani? Kalau tidak ada perencanaan seperti itu, bagaimana kami di dewan bisa menyetujui tambahan anggaran,” ujarnya.
Hingga kini, sejumlah posisi dokter subspesialis masih kosong di RSUD Pirngadi. Di antaranya, subspesialis endokrin (penyakit diabetes), gastroenterologi (pencernaan), KGEH (konsultan ginjal dan hipertensi), serta jantung intervensi.
Afif pun berharap manajemen RSUD Pirngadi segera berbenah, tak hanya dari sisi infrastruktur, tapi juga dalam membangun sumber daya manusia yang menjadi inti layanan kesehatan.
“Pembangunan gedung memang penting, tapi tanpa dokter ahli, rumah sakit hanya akan jadi bangunan megah tanpa nyawa,” pungkasnya. (Mxy)