BACA JUGA:
Disrupsi.id, Jakarta — Pasar modal Indonesia kembali menorehkan sejarah. Di tengah ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi di berbagai negara, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) justru menembus level tertinggi sepanjang masa — 8.061,06 poin pada akhir September 2025. Nilai kapitalisasi pasar pun melesat ke angka Rp14.995 triliun, menandakan kepercayaan publik terhadap kekuatan ekonomi nasional.
Namun rekor itu bukan hanya soal angka. Ia adalah refleksi dari kebangkitan investor lokal yang kini menjadi tulang punggung pasar. Saat investor asing melakukan aksi jual bersih (net sell) hingga Rp5,28 triliun, justru investor dalam negeri yang tampil sebagai penopang, menyerap tekanan dengan tenang dan percaya diri.
“Ini menunjukkan fundamental ekonomi Indonesia yang kuat dan optimisme publik terhadap kebijakan pemerintah,” ujar Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal OJK dalam keterangan resmi RDKB September 2025.
Dalam beberapa tahun terakhir, peta kekuatan pasar modal Indonesia berubah drastis. Bila dulu transaksi harian didominasi investor asing, kini lebih dari 55% transaksi di bursa dilakukan oleh investor domestik.
Perubahan ini dipicu oleh dua faktor utama: kemajuan teknologi investasi dan meningkatnya literasi finansial masyarakat.
Aplikasi investasi ritel yang mudah diakses serta biaya transaksi yang rendah membuka pintu bagi generasi muda untuk terjun ke pasar modal. Dari mahasiswa hingga pegawai kantoran, kini mereka menjadi bagian dari ekosistem baru ekonomi digital finansial Indonesia.
“Investor ritel bukan lagi pemain pinggiran,” kata ekonom senior INDEF Bhima Yudhistira saat dihubungi Disrupsi.id. “Mereka punya kekuatan masif dalam menggerakkan pasar, dan ini fenomena yang unik di Asia Tenggara.”
Selain saham, produk reksa dana juga mencatat lonjakan signifikan. Hingga akhir September 2025, total dana kelolaan (AUM) mencapai Rp586,54 triliun, naik 7,6% sejak awal tahun.
Peningkatan ini mengindikasikan kepercayaan investor terhadap industri keuangan yang makin stabil, dengan pengawasan ketat dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK).
Kenaikan ini juga mencerminkan tren financial nationalism — semangat masyarakat untuk menanamkan modal di dalam negeri alih-alih di pasar global.
“Ketika investor lokal semakin kuat, volatilitas pasar akan lebih terkendali. Kita tidak lagi mudah terombang-ambing oleh arus modal asing,” ujar analis pasar modal dari Phillip Sekuritas, Reza Priyambada.
Kinerja pasar modal kerap menjadi cermin persepsi terhadap perekonomian nasional. Kenaikan IHSG tidak hanya menandakan keuntungan korporasi, tetapi juga mencerminkan kepercayaan publik pada arah kebijakan ekonomi pemerintah — dari reformasi fiskal hingga akselerasi digitalisasi sektor keuangan.
Kinerja positif emiten-emiten di sektor keuangan, energi terbarukan, dan consumer goods memperkuat keyakinan bahwa ekonomi Indonesia masih tangguh di tengah perlambatan global.
Di sisi lain, stabilitas politik dan keberlanjutan program hilirisasi industri memberi sinyal positif bagi investor jangka panjang.
“IHSG bukan hanya indeks angka, tapi indeks kepercayaan,” tulis laporan OJK dalam siaran pers RDKB. “Kita melihat partisipasi publik yang semakin inklusif, efisien, dan berorientasi jangka panjang.”
Meski mencatatkan rekor, tantangan masih mengintai. Volatilitas pasar global akibat ketegangan geopolitik, perubahan suku bunga AS, serta fluktuasi harga komoditas masih berpotensi memengaruhi arah IHSG.
Selain itu, literasi keuangan masyarakat masih perlu diperkuat agar lonjakan jumlah investor tidak sekadar bersifat musiman.
OJK sendiri telah menggencarkan program literasi nasional “GENCARKAN” untuk memperluas pemahaman publik terhadap produk keuangan, risiko investasi, dan perlindungan konsumen.
Kolaborasi antara regulator, industri, dan akademisi menjadi langkah strategis untuk menciptakan ekosistem pasar modal yang berkelanjutan. (dfn)