Disrupsi.id, Jakarta – Desainer legendaris Diane von Fürstenberg menegaskan bahwa pengakuan suaminya, Barry Diller, sebagai gay tidak mengubah sedikit pun hubungan mereka. Diller, yang telah menikah dengan Diane selama lebih dari dua dekade, menulis tentang orientasi seksualnya dalam memoar berjudul Who Knew yang dirilis awal tahun ini.
“Apa bedanya?” kata Diane dalam wawancara dengan Variety. “Saya tak mengerti. Tapi ini tidak mengubah apa pun. Maaf — pertanyaan itu terlalu bodoh.”
Perancang busana berusia 78 tahun itu juga menyinggung pernikahannya di masa lalu dengan Pangeran Egon von Fürstenberg, yang mana Egon kemudian terbuka mengenai biseksualitasnya setelah mereka berpisah pada awal tahun 1980-an.
“Saya menikahi dua pria gay, oke?” ujarnya sambil tertawa. “Saya tidak tahu kenapa, tapi bagi saya mereka bukan ‘gay’, jadi tidak ada bedanya.”
Meski banyak yang memuji sikapnya sebagai bentuk dukungan terhadap Diller, Diane menegaskan bahwa hal itu bukanlah sesuatu yang baru baginya.
“Orang-orang melihatnya seperti itu,” katanya. “Bagi saya, tidak begitu. Saya bahkan mendorong dia untuk menulis buku itu.”
Diane juga menekankan bahwa memoir Who Knew bukan hanya soal pengakuan orientasi seksual.
“Bagi saya, buku itu bukan tentang itu,” jelasnya. “Buku ini tentang kehidupannya. Dan sejak awal, dia sudah terbuka kepada saya. Selama 50 tahun, saya satu-satunya orang yang dia percayai untuk berbagi — lalu dia menulis buku itu.”
Mengenang awal hubungan mereka, Diane mengatakan bahwa ia awalnya hanya menganggap Barry sebagai teman baik.
“Saya tertarik untuk menjadi sahabatnya; saya tidak pernah berpikir itu berjalan jadi lebih serius,” ungkapnya. “Tapi kemudian semuanya berubah menjadi gairah. Dia sangat gigih.”
Sementara itu, dalam memoir-nya, Barry Diller mengaku bahwa ketertarikannya kepada Diane datang begitu saja — tanpa rencana atau motif tersembunyi.
“Ketika kisah cintaku dengan Diane dimulai, aku tak pernah mempertanyakan bahwa ketertarikanku padanya secara alami sama kuatnya dengan yang pernah kurasakan sebelumnya kepada pria. Saat itu terjadi, satu hal yang terlintas di benakku hanyalah: ‘Siapa sangka?’”(kim)