BACA JUGA:
Disrupsi,id, Jakarta — Ketua Dewan Komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS), Purbaya Yudhi Sadewa, mengkritik pernyataan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang menilai kondisi likuiditas Bank Pembangunan Daerah (BPD) masih tergolong “ample” alias longgar.
Menurutnya, kesimpulan itu tidak sesuai dengan fakta di lapangan yang menunjukkan bank-bank daerah justru tengah mengalami kekeringan likuiditas.
“Kalau Anda tanya OJK, selalu bilang ample, dari jaman dulu, dari jaman ekonomi rusak juga ample katanya.… Dari zaman Agustus, ample, banyak duit. Tapi, (uang yang dimiliki pemerintah) nggak di sana, uangnya di BI,” ujar Purbaya dalam media briefing di Kementerian Keuangan, Jumat (17/10).
Purbaya menuturkan, penilaian OJK itu tidak mencerminkan realita yang dihadapi banyak bank daerah. Ia mencontohkan pertemuannya dengan Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, yang sempat meminta dukungan agar dana pemerintah daerah bisa ditempatkan di Bank Jatim. Tujuannya, untuk memperkuat likuiditas dan memungkinkan penyaluran kredit antar-BPD dengan bunga lebih rendah.
“Waktu itu kan saya ketemu Gubernur Jawa Timur, Bu Khofifah, mereka minta emang, bisa nggak ke kami (untuk menempatkan dana di Bank Jatim)? Karena dari situ akan disalurkan ke bank-bank BPD yang lain di Jawa Timur, dengan bunga yang murah, yang mereka suka,” lanjutnya.
Menurut Purbaya, fenomena ini memperlihatkan bahwa narasi “likuiditas ample” sudah terlalu sering diulang tanpa memperhatikan kondisi sebenarnya. Ia menyindir bahwa bahkan di masa pandemi 2020 dan 2021, narasi serupa juga selalu muncul, padahal kenyataannya bank-bank di lapangan sedang kesulitan dana.
“Bacaan bahwa kondisi bank banyak duit sudah terjadi setiap tahun… ketika 2020 juga begitu, ketika 2021 juga begitu semuanya bukan (hanya) OJK, (Kementerian) Keuangan, BI, semuanya selalu bilang … LPS selalu dibilang gitu, ample. Padahal kalau lihat datanya ke bank susah, tight,” tegas Purbaya.
Minta Otoritas Revisi Metode Pengukuran Likuiditas
Lebih lanjut, Purbaya meminta seluruh lembaga dalam Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) untuk meninjau kembali metode yang digunakan dalam mengukur likuiditas perbankan.
Menurutnya, ukuran yang lazim digunakan, seperti rasio AL/NCD (Aset Likuid terhadap Non-Core Deposit) dan AL/DPK (Aset Likuid terhadap Dana Pihak Ketiga), belum mencerminkan kondisi faktual di lapangan.
“Tapi keadaannya beda dengan lapangan. Artinya, alat ukurnya salah. Saya minta dulu mereka LPS juga suruh kembangkan alat ukur yang baru sampai sekarang belum ada. AL/NCD, AL/DPK kan itu hitungannya. Itu nggak menggambarkan keadaan di lapangan… Harus ada riset baru termasuk keuangan,” jelasnya.
Purbaya menegaskan, perlu ada pembaruan pendekatan agar kebijakan keuangan tidak hanya bertumpu pada data statistik, tetapi juga menyesuaikan dengan kebutuhan riil bank daerah. Dengan begitu, respons kebijakan bisa lebih akurat dan efektif dalam menjaga stabilitas sistem keuangan nasional. (kim)